Bangkalan. Bincang –bincang dengan pak Hidrochin Sabaruddin.
Dahulu
ada seorang putri di suatu kerajaan. Pada suatu malam, putri itu
bermimpi memakan bulan. Beberapa hari kemudian, putri itu hamil, karena
diketahui anaknya hamil, ayahnya, sebagai seorang raja merasa malu lalu
dia memanggil dan mengutus seorang patih untuk membunuh putri itu,
karena telah mencemarkan nama baik kerajaan. Akan tetapi, patih itu
merasa iba dan melihat ada kelebihan serta sesuatu yang tidak biasa,
menurutnya “ tuhan memberikan keistimewaan dalam diri putri itu.
Akhirnya, patih dan putri itu dihayutkan dari daerah tuban ke arah
utara, dengan menggunakan hitek
yaitu semacam bambu yang dirakit menjadi sampan yang melewati arah
utara sehingga terdampar di sebuah karang, sekarang terkenal dengan
sebutan gunung Geger. Konon, dari bukit Geger di bawanya ada lorong
panjang yang sampai ke gua di bukit Payudan di Sumenep.
Konon,
Daratan Madura awalnya bukan seperti yang sekarang ini, di daratan itu
akhirnya sang putri melahirkan seorang anak yang diberi nama Raden
Sagara, Sagara
berarti lautan. Berhari –hari anak ini tumbuh dengan baik sebelum
ditempatkan ke daerah Nipah, Patapan di kota Sampang. Anak itu besar di
sana, ketika beranjak dewasa, suatu ketika anak itu melihat kedatangan
dua ular naga muncul dari arah laut. Raden Sagara merasa takut dan
berlari ke arah ibunya, sang ibu merasa bingung, sehingga, ibunya yang
seorang Putri itu memanggil seorang patih, cara memanggilnya pun hanya
dengan menghentakkan kaki, sehingga patih itu bisa muncul seketika di
depannya, lalu ditanyakanlah perihal kedatangan dua ular tersebut.
Pesannya
“ Kalau bertemu kembali, bantinglah ular itu ke tanah agar menjadi
senjata, ketika Raden Sagara bertemu ular itu kembali lalu dibantinglah
dua ular itu sehingga berubah menjadi keris dan tombak. Keris dan tombak
itu diberi nama “ Senanggala atau se alegureh
“ Dua pusaka itu bermanfaat ketika ada kerajaan di sekitar kediaman
Raden Sagara di serang bangsa China dan Eropa, keberadaan Raden Sagara
yang terkenal suka membantu orang dan merupakan sosok yang perkasa.
Sehingga kerajaan itu mengundangnya untuk memberantas penjajah dari
bangsa China dan Eropa tersebut. Akhirnya, Raden Sagara bisa
memenanginya. Raden Sagara dan ibunya lalu menghilang atau dikenal
dengan kata Mokso. yaitu menghilang tanpa diketahui keberadaan dan rimbanya. Konon, Raden sagara dikenal orang pertama di Madura.
Daerah
Madura dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Madura Barat dan Timur. Madura
barat terdiri dari kota Sampang dan Bangkalan, sedangkan Madura timur
adalah Pamekasan dan Sumenep. Orang Sumenep dikenal dengan keturunan
Jaya Katwang dan orang Sampang dan Bangkalan dikenal keturunan kerajaan
Majapahit yang menelorkan raja-raja Madura barat, leluhurnya adalah Nyai
Ageng Mama, tempat peristirahatannya ada di kota sampang.
Persoalan
seputar carok, sebenarnya carok bukanlah budaya asli orang Madura,
karena budaya adalah kebiasaan hidup sehari –hari yang penuh dengan
muatan nilai estetis. Keberadaan carok selalu berkonotasi negative
karena mesti ada korban, hal ini selalu berakibat buruk buat pencitraan
pulau Madura
Secara
geografis masyarakat Madura tinggal di alam yang keras, Mereka ada yang
tinggal di pegunungan dan ada yang tinggal di pesisiran. Biasanya orang
pegunungan merasa kesulitan mencari air, sehingga mereka harus bersusah
payah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara mengambil (menimba) air
dari sumur yang begitu dalam. Berbeda dengan orang pesisiran, mereka
terbiasa memakan sesuatu yang asin, sehingga untuk sekedar bertahan
hidup mereka harus bekerja keras melaut dengan suasana laut udara yang
panas, hal itu yang menyebabkan orang –orang Madura berkarakter keras.
Tahun
70-an , dari 18 kecamatan di kota Bangkalan, setiap hari selalu ada
berita seputar carok tetapi ketika ada pembauran guru yang datang dari
luar Madura, saat itu, ada tujuh puluh guru, kebanyakan dari Blitar dan
Pacitan serta Nganjuk untuk mengajar di Madura, laporan ke kantor polisi
tentang carok semakin berkurang barangkali dengan pembauran itu,
masyarakat Madura harus menghargai pihak pendatang, yang tinggal di
daerahnya.
Orang
Madura sangat menjaga wibawa dirinya agar tidak dipermalukan. Orang
Madura tidak suka dipermalukan di depan umum, jangan sampai kita
memanggil dengan berteriak –teriak ketika mereka lagi ada masalah,
karena akan menimbulkan keegoan mereka muncul.
Ketika
kita mampu mengambil hati orang Madura. Maka mereka akan berbuat baik,
bahkan mereka menganggapnya seperti saudara sendiri namun apabila dibuat
malu maka taruhannya bisa nyawa, sebaliknya kalau sudah punya salah,
triknya, orang Madura ini tidak cukup didekati dengan pendekatan
persuasif, tetapi perlu pendekatan sosial, yaitu kepada orang –orang di
sekitarnya. seharusnya tugas kita yang mengerti tentang moralitas, kita
harus pintar mencari solusi atas kasus yang ada.
Sebetulnya
persoalan carok bisa diselesaikan secara kekeluargaan, akan tetapi
masih ada pihak keluarga yang tidak terima, terutama dari pihak ibu,
terkadang seorang ibu memanas –manasi suasana seperti “ lebih baik kamu
pakek BH dan Celana dalam saja kalau tidak mau bertengkar atau membalas
atas kematian keluargamu, walaupun orang Madura mendapatkan didikan
agama yang sangat kuat tetapi bagi mereka “ lebih baik putih tulang dari
pada putih mata”.
0 comments:
Post a Comment